Kalau kita perhatikan
siswa-siswi yang saat ini kita didik, ditangan mereka pasti ada smartphone , di
telinga mereka terselip headset, dan jari mereka tak pernah lepas dari keypad
smartphone. Mereka itulah anak-anak iGeneration atau disebut juga dengan
istilah Generasi Z, Generasi Net atau Generasi Internet. Generasi ini adalah
generasi yang lahir antara tahun 1995 sampai tahun 2010. Sebagaimana dalam
teori generasi (Generation Theory) hingga saat ini dikenal ada 5 generasi,
yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964, (2) Generasi X, lahir 1965-1980, (3) Generasi Y, lahir 1981-1994, (4) Generasi Z, lahir
1995-2010, dan (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025
iGeneration terlahir dari generasi X dan Generasi Y. Generasi ini sejak lahir
sudah akrab dengan teknologi. Artinya, teknologi sudah menjadi bagian dari
hidup mereka sejak mereka lahir ke dunia. Jadi, jangan heran jika anak-anak
dari iGeneration sangat mahir menggunakan teknologi apa pun. Generasi
ini berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Perbedaan paling tampak adalah
ketertarikan iGeneration kepada perangkat gadget di usia yang masih sangat
muda. Ibaratnya, anak-anak iGeneration ini sudah sejak dalam perut Sang Ibu
“mengenal” gadget . Setelah lahir pun, Sang Ibu asyik menyusui pun sambil
browsing dan aktif di social media (sosmed).
Menurut sebuah
penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 jumlah iGeneration didunia
sekitar 1,9 milyar jiwa atau sekitar 27 persen dari jumlah penduduk dunia. Mayoritas
dari jumlah tersebut merupakan penduduk negara miskin dan negara berkembang.
Indonesia menempati posisi ke empat setelah India, China, dan Nigeria dengan
jumlah sekitar 64,8 juta jiwa atau sekitar 3.5 persen dari total iGeneration
dunia.
Karakteristik iGeneration
iGeneration memiliki karakteristik perilaku dan kepribadian yang
berbeda dengan generasi sebelumnya. Beberapa karakteristik umum dari generasi
ini adalah:
1.
Melek Teknologi. Bagi iGeneration, teknologi adalah dunianya. Jika dianalogikan
seperti oksigen untuk bernapas. Pandangan mereka seakan tidak lepas dari
perangkat elektronik. Bahkan, buku teks bisa dibilang tidak berarti di mata iGeneration.
Kebiasaan ini tak lepas dari pesatnya teknologi yang bisa diakses dalam satu
gadget saja. Meski masih kecil, mereka bisa mengakses pelbagai informasi dengan
mudah dan cepat melalui internet dan perangkat elektronik lainnya. Orang tua
masa kini kadang lebih memilih membelikan anak-anak gadget canggih yang
terkoneksi dengan internet. Bagi mereka, lebih baik anak-anak mereka diam
dengan gadget dan berada di rumah dibandingkan main ke luar tanpa pengawasan.
2.
Medsos sebagai sarana
bersosialisasi. Mereka sangat intens
berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua kalangan, khususnya dengan teman
sebaya melalui berbagai situs jejaring sosial, seperti: Facebook, twitter, instagram,
BBM, Whats App atau melalui SMS. Melalui media ini, mereka bisa
mengekspresikan apa yang dirasakan dan dipikirkannya secara spontan.
Mereka juga cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan
lingkungan. Bahkan mereka berkelompok sesuai dengan minat dan kesenangannya
dengan membuat group-group komunitasnya.
3.
Multitasking. Yang
unik dari generasi ini, mereka terbiasa dengan
berbagai aktivitas dalam satu waktu yang bersamaan atau multitasking.
Mereka bisa membaca, berbicara, menonton, atau mendengarkan musik dalam waktu
yang bersamaan. Mereka menginginkan segala sesuatunya dapat dilakukan dan
berjalan serba cepat. Mereka tidak menginginkan hal-hal yang bertele-tele dan
berbelit-belit. Mereka sangat menyukai persoalan-persoalan yang membutuhkan
pengambilan keputusan yang cepat. Misalnya, mencari tugas sekolah melalui
internet.
4.
Egosentris/Individualis.
Generasi
ini bersikap egosentris dan individualis. Mereka menginginkan hal-hal yang
instan, kurang menghargai proses, cepat marah dan tidak sabaran. Mungkin IQ
mereka tinggi dan berkembang baik, namun, EQ mereka menjadi jongkok. Mereka
tidak lagi peduli dengan keadaan di sekitar mereka. Mereka masih terlalu asyik
dengan gadget dan fokus pada permainan yang mereka lakukan. Seakan mereka hidup
dalam dunia mereka sendiri. Merurut Andrianto
(2011) bahwa anak iGeneration cenderung berkurang kemampuannya
dalam komunikasi secara verbal.
5.
Lebih
Memilih Game online daripada Permainan Tradisional. Generasi Net hanya akan merasakan
kesenangan melalui permainan digital melalui games online, atau permainan dari
gadget yang mereka miliki. Permainan tradisional yang dulu sering dilakukan
anak-anak seperti lompat tali, petak umpet dan permainan lainnya tidak lagi
dirasakan oleh generasi ini. Padahal dalam permainan tersebut ada nilai-nilai
karakter yang dapat anak pelajari. Diantaranya anak dapat belajar bersosial,
saling kerjasama, dan percaya diri. Situasi ini turut didukung dengan minimnya
ketersedian lahan terbuka bagi permainan anak-anak. Utamanya di kota, kita
jarang dapati area terbuka hijau baik di kompleks perumahan ataupun di tengah
kota sebagai ruang bermain anak. Maka sudah tepat jika pemerintah punya program
nasional Kabupaten/Kota Layak Anak yang dilombakan setiap tahun.
Digital Immigrants Vs Digital Natives
Dalam dunia pendidikan tingkat menengah saat ini minimal ada dua generasi
yang berbeda yang terlibat secara aktif. Generasi yang lahir sebelum tahun 1990
an dan mereka yang lahir setelah tahun 2000.
Generasi yang lahir pada tahun sebelum 1990 disebut dengan generasi X dan
Y. Dalam hal ini mereka berperan sebagai pendidik dan tenaga kependidikan pada lembaga-lembaga pendidikan.
Generasi X dan Y ini tidak dilahirkan pada masa digital/kemajuan teknologi
tetapi mereka di wajibkan dan dituntut untuk siap, mampu dan tidak buta dengan
pemanfaatan teknologi digital. Bahkan mereka juga dituntut untuk mampu
mengoperasikan teknologi-tehnologi canggih dalam kehidupan ini karena tuntutan
kerja atau kebutuhan hidupnya. Menurut Prensky (2001) kelompok generasi ini
disebut Digital Immigrants.
Adapun kelompok generasi kedua yang aktif dalam dunia pendidikan tingkat menengah saat ini adalah generasi Z yang juga disebut dengan istilah Net Generation atau iGeneration. Kelompok kedua ini saat ini menjadi peserta didik dilembaga-lembaga pendidikan baik formal atau non formal. Masih menurut Prensky (2001) generasi ini dinamakan Digital Natives. Generasi ini sejak lahir tumbuh kembang dengan teknologi baru ini . Perjalanan kehidupan mereka dikelilingi dengan penggunaan komputer , video game, digital player , Camera video, smart phone, media sosial, internet, game online dan alat-alat digital lainya . Bagi mereka dunia ini tidak lengkap tanpa adanya internet. Generasi ini sudah terbiasa dengan penggunaan semua alat-alat tehnologi yang canggih ini.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan media informasi yang
semakin pesat, pendidikan sebagai investasi masa depan generasi bangsa harus
bisa menyesuaikan diri. Semisal guru-guru, sebagai digital
immigrants, dituntut untuk dapat
memanfaatkan era digital ini sebagai media pembelajaran bagi siswa di madrasah
dan sekolah, bahkan pesantren. Akses informasi di era digital ini memungkinkan
siswa lebih mengetahui informasi terlebih dahulu ketimbang guru. Tentu hal ini
tidak akan membuat guru menjadi ketinggalan dibanding siswanya, karena
keberadaan guru di kelas dan lingkungan sekolah lebih kepada memfasilitasi
siswa untuk belajar.
iGeneration
dengan karakteristik yang unik tersebut tentu saja memiliki pengaruh baik
positif atau negatif. Agar pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah
berhasil maka mereka tidak bisa dididik dengan cara bagaimana guru-gurunya
dididik dulu. Ali Bin Abi Tholib pernah berkata: أولادكم
خلقوا لزمان غير زمانكم فلا تقصروهم على عاداتكم
artinya
Anak-anakmu
itu diciptakan untuk hidup di jamannya bukan jamanmu maka jangan dipaksa mereka
mengikuti kebiasaanmu dulu. Berikut ini empat solusi yang bisa di terapkan untuk menghadapi
iGeneration dalam dunia pendidikan; (1) penguatan pendidikan agama, (2) Parenting,
(3) Pembelajaran Interaktif dengan pemanfaatan IT, dan (4) Pendidikan Generasi Masa Depan
Penguatan
Pendidikan Islam sejak Dini
Pendidikan merupakan faktor yang dapat dijadikan
sebagai jaminan bagi pengembangan sumber daya manusia, agar iGeneration
dapat menghadapi tantangan global dengan era digital informasi. Demikian pula pendidikan
Islam yang lebih cenderung membawa misi religiusitas pun juga harus ikut
berperan di dalamnya. Dengan membekali para peserta didiknya dengan kekuatan
keimanan, ketakwaan, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan yang berimbang sehingga
dapat membawa para peserta didik tersebut pada kondisi yang siap menghadapi
segala tantangan era informasi (globalisasi).
Disamping itu, pendidikan Islam merupakan upaya
pengejawantahan nilai-nilai al-Qur’an dan Hadits, artinya bahwa tujuan
pendidikan Islam berupaya menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah swt
yang di berikan kepadanya amanat sebagai ‘abd dan juga
menjadi khalifah di muka bumi. Wahid (2011) menyatakan bahwa secara
lebih khusus, pendidikan Islam bermaksud untuk :
1.
Memberikan
pengajaran al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
2.
Menanamkan
pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang
terwujud dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran tersebut
bersifat abadi.
3.
Memberikan
pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang
jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan yang ada
dalam masyarakat dan dunia.
4.
Menanamkan
pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis iman adalah pendidikan yang tidak
utuh dan pincang.
5.
Menciptakan
generasi yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
6.
Mengembangkan
manusia islami yang berkualitas tinggi yang diakui secara universal.
Dengan penguatan pendidikan islam di lingkungan keluarga dan
sekolah maka anak-anak iGeneration akan lebih bisa mengontrol diri dalam
kehidupannya. Mereka akan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,
mana yang boleh dan mana yang menjadi larangan agama.
Smart
Parenting
Peran
orang tua dalam mendidik iGeneration sangat penting. Anak lebih banyak
menghabiskan waktu dan aktifitasnya
dirumah dan lingkungan tempat tinggalnya. Dalam konteks penggunaan
internet, penggunaan teknik-teknik pendekatan yang tepat oleh orang tua akan
sangat membantu peran dan cara menghadapi anak, khususnya dari generasi net ini.
Beberapa cara dan peran berikut ini, kiranya bisa dimainkan para orangtua.
- Orangtua memberi
pengertian kepada anak, tentang situs dan konten mana yang boleh diakses
oleh anak dan mana saja yang tidak boleh. Untuk anak-anak ini, hemat saya
masih memerlukan pendampingan dari orangtua dalam hal penggunaan internet.
Mereka boleh saja diberi kebebasan
terbatas untuk mengakses internet, namun tetaplah dengan batasan-batasan
situs dan konten internet mana yang boleh diakses;
- Orangtua melakukan
pengawasan/pembatasan yang ketat juga perlu dilakukan oangtua, misalanya
dengan penggunaan aplikasi pembatas situs porno (software filter) atau
search engine khusus bagi anak atau computer ditempatkan diruang terbuka
yang bisa dilihat semua anggota keluarga.
- Orangtua tetap
dituntut bersikap tegas, namun tetap lembut dan kesabaran;
- Orangtua
mengeksekusi character building dan atau pendidikan nilai secara terus
menerus, dengan penuh cinta untuk mengimbangi derasnya pengaruh negatif
dari internet;
- Orangtua membangun
dialog – komunikasi yang terbuka serta menjamin kehadiran diri secara utuh
dan perhatian yang terus-menerus;
- Seiring dengan
semakin canggihnya smart phone dan HP android saat ini, orang tua dituntut
bisa mengikuti perkembangannya terutama dalam mengoperasikan
aplikasi-aplikasi dasar agar bisa melakukan pengecekan secara berkala
dalam rangka memberikan pengawasan dan kontrol terhadap apa saja yang
telah diakses oleh anak-anak.
- Orangtua perlu
juga mengasah dan meningkatkan kompetensi diri:dalam hal pendidikan dan
pendampingan bagi anak-anaknya, misalnya dengan rajin membaca buku-buku
parenting, mengikuti seminar maupun pelatihan-pelatihan pengembangan diri,
khususnya yang bertema psikologi atau parenting dan komunikasi efektif.
Dalam hal ini sudah banyak kegiatan-kegiatan parenting yang dilakukan di
madarasah/ sekolah.
Pembelajaran Interaktif dengan pemanfaatan IT
Anak-anak
iGeneration merupakan generasi yang cerdas dalam hal tehnologi.
Pendidik/guru dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan IT dan
mengintegrasikan dalam proses pembelajarannya. Metode ceramah yang banyak
dipakai oleh guru selayaknya dikurangi dan dikombinasikan dengan pemanfaatan
multimedia dalam penyampaian materi pelajaran. Pembelajaran dengan berpusat
pada siswa (students-centered) akan lebih efektif dan menyenangkan karena
peserta didik dapat tertantang untuk lebih aktif. Disamping itu, peserta didik
dapat menggali informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber terutama internet
sebanyak mungkin. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa dari kesimpulan yang salah.
Siswa di
generasi net tidak dapat terlepas dari smart phone nya. Dalam hal ini guru bisa memanfaatkan jejaring
sosial yang akrab dengan siswa seperti facebook, twitter, whats app dan
instagram untuk menjadi media dan sarana
pembelajaran. Menemukan cara kreatif dengan
memanfaatkan teknologi baik di dalam dan di luar kelas bisa menjadikan kegiatan
pembelajaran akan lebih menarik dibanding cara konvensional.
Siswa-siswi
generasi net ini memiliki gaya hidup digital yang kuat, mereka terbiasa dengan multitasking
tetapi. Beberapa penelitian menemukan bahwa siswa-siswi iGeneration ini
memiliki tingkat konsentrasi/perhatian yang pendek. Guru dituntut untuk dapat mengubah pendekatan pembelajaran sesering
mungkin. Pembelajaran dengan metode yang membosankan akan cenderung tidak
diperhatikan oleh siswa. Mereka lebih
senang dengan pembelajaran aktif. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek dan
penugasan lebih menarik bagi mereka karena mereka dapat mengeksplorasi
pengetahuan baru sebanyak banyaknya.
Guru/ Pendidik Menyiapkan Generasi Masa Depan
“Leadership is the relationship
in which one person , The leader infeneens other to work together willingly on
related task to attain that which the leader diseres. (George Terry)
James M Kouzen dan Barry Z Posner
dalam bukunya berjudul “The leadership challenge” (1987) memberikan
sepuluh komitmen guru/pendidik dalam pembentukan generasi masa depan.
Pertama :
Pendidik/guru senang mencari peluang yang menantang, responsif terhadap
tuntutan zaman, proaktif dan tidak statis.
Kedua
: Pendidik/guru
berani mencoba dan menanggung resiko yaitu mencari terobosan walaupun harus bertentangan
dengan orang lain.
Ketiga
: Pendidik/guru
harus tampil sebagai pribadi yang kreatif dan inovatif dan mampu menggambarkan
wujud masa depan yang gemilang dan mencerahkan.
Keempat :
Pendidik/guru mampu menjalin kerjasama dengan anggota profesi dan stake holder pendidikan lainnya.
Kelima
: Pendidik/guru
mampu menyalurkan potensi sebagai bagian dari budaya ilmiah dan jiwa
pengabdian.
Keenam : Pendidik/guru mampu memperkuat kemitraannya
dengan peserta didik sehingga mampu menjadi idola peserta didiknya untuk
melakukan pembaharuan.
Ketujuh :
Pendidik/guru mampu menjadi teladan “Satu keteladanan jauh lebih baik daripada
seribu arahan”.
Kedepalan : Pendidik/guru mampu merencanakan keberhasilan bertahap terhadap
peserta didiknya, sehingga mereka tidak takut dengan kegagalan.
Kesembilan : Pendidik/guru mampu menghargai setiap individu, yaitu setiap anak
diciptakan Allah berbeda, bakat. minat dan kapasitasnya.
Kesepuluh : Mensyukuri dan mengapresiasi, sekecil apapun keberhasilan tia
peserta didiknya tanpa membanding-bandingkan antara mereka.
Kesimpulan
Dalam dunia pendidikan dua generasi yang berbeda ini dituntut untuk bisa
saling bersinergi sehingga mampu memaksimalkan hasil dari proses pendidikan
yang ada di sekolah/madrasah. Guru-guru, sebagai digital immigrants,
dituntut untuk bisa mengikuti perkembangan tehnologi sehingga dalam proses
kegiatan pembelajaran dikelas bisa diterima dan diikuti oleh siswa sekaligus
dapat memanfaatkan semua potensi yang sudah dimiliki siswa.