Adsense

Pages

Tehnik Pengembangan Potensi Diri Kepala Sekolah

syamsul ma'arif Minggu, September 19, 2021 | , , ,

Berikut ini 5 tehnik pengembangan potensi diri yang dapat dilakukan seorang kepala madrasah agar dapat menjadi kepala madrasah yang kompeten:

1. Mengenali diri lebih dalam

2. Merumuskan tujuan hidup dan niat

3. Bersikap terbuka terhadap kritikan

4. Membuang pikiran negative dan berada dilingkungan yang positif

5. Mencoba hal baru dan selalu optimis

Adapun mekanisme pengembangan potensi dengan 5 tehnik diatas adalah sebaimana penjelasan berikut ini:

1.   Mengenal Diri Lebih Dalam

Cara pertama yang bisa dilakukan adalah mengenal lebih dalam tentang diri sendiri atau instropeksi diri. Selidikilah hal apa saja yang membuat kita merasa nyaman untuk melakukannya, bahkan tidak pernah merasa bosan.

Tidak hanya itu, kita juga perlu melihat apakah kita termasuk orang yang mampu memecahkan suatu persoalan dengan mudah. Kenali apakah diri kita mampu menjadi seorang leadership saat berada di sekitar teman-teman.

Dengan mengetahui diri lebih dalam, kita akan lebih bisa mengasah kemampuan kita tersebut agar lebih menonjol dan mumpuni. Kita tidak perlu tergoda untuk meniru kemampuan orang lain. Sebab, setiap orang mempunyai kemampuan berbeda.

Untuk mengenali diri kita ini bisa dengan cara membuat list potens yang negative dan potensi yang positif yang ada dalam diri kita.

No

Potensi Positif

Potensi Negatif

1

 

 

2

 

 

3

 

 

dst

 

 

 

Setelah kita mengenali potensi positif dan negate kita selanjutnya kita jadikan potensi positif yang ada dalam diri kta sebagai kekuatan sedangkan potensi negative yang kita jadikan sebuah peluang dalam menyusun program pengembangan diri.

Reinhartz dalam bukunya Educational Leadership: Changing schools, changing roles menyatakan untuk mengenali diri kita dapat dengan cara bertanya pada diri kita atas hal hal berikut:

1. Apakah saya memiliki kemampuan yang tepat atau yang dibutuhkan untuk

    menjadi seorang pemimpin sekolah ?

2. Apakah saya seperti guru dan murid ?

3. Apakah saya memiliki etika kerja yang kuat dan menyukai tantangan ?

4. Apakah saya mengusahakan dan mendorong peningkatan terus menerus ?

5. Apakah saya tahu bagaimana menangani konflik ?

6. Apakah saya punya komitmen terhadap masyarakat ?

7. Apakah saya memiliki keterampilan manajemen dan organisasi untuk

    menciptakan budaya sekolah yang positif yang menjadi nilai belajar mengajar ?

8. Apakah saya memiliki rasa humor ?

Disamping itu, untuk mengenali diri lebih dalam bisa juga dengan menggunakan instrument berupa test psikologi yang difokuskan pada pengukuran potensi diri, kecederungan, daya juang, daya tahan, dan kemampuan kemampauan tertentu. 

2.   Merumuskan Tujuan Hidup dan Niat

Dengan merumuskan tujuan hidup kita. Ingat, hidup kita tidak akan berarti tanpa adanya suatu tujuan. Tujuan hidup juga akan lebih memudahkan kita dalam mengatur strategi-strategi jitu agar tujuan tersebut dapat terwujud dengan sempurna, bahkan dalam waktu yang tidak lama. Ibarat sebuah bus, dengan mengetahui tujuan akhir pemberhentian bus, maka kita akan lebih mudah mencari jalan menuju tempat tersebut. Saat tujuan pertama sudah tercapai, tetapkan tujuan selanjutnya dengan target lebih tinggi. Nikmati segala liku-liku perjuangan kita saat mencapai tujuan tersebut.

Sedangkan niat merupakan pondasi untuk terwujudnya tujuan hidup. Semakin kuat niat yang ada dalam dada kita, semakin kuat juga Anda berjuang untuk mendapatkan cita-cita kita. Niat yang kuat juga akan mampu mengatasi berbagai rintangan yang pasti akan menghadang saat kita ingin mewujudkan tujuan hidup. Potensi yang ada dalam diri kita pun akan cepat terdeteksi saat kita mempunyai niat yang kuat. Oleh karena itu, jangan pernah kendor dalam memantapkan niat. Jangan menetapkan niat setengah-setengah, karena perjuangan yang pernah kita lakukan akan sia-sia belaka tanpa hasil.

3.   Bersikap Terbuka Terhadap Kritikan/Feedback

Orang yang ingin maju harus mempunyai sikap terbuka dalam menerima kritikan. Kritakan merupakan feedback dari orang lain dan itu merupakan bagian dari komunikasi orang lain ata apa yang kita lakukan. Ingat, manusia tidak ada yang sempurna. Kekhilafan sudah menjadi kodratnya manusia. Oleh karena itu, jangan pernah merasa benar sendiri. Benar bagi diri kita, bisa jadi salah bagi orang lain. Terimalah semua kritikan yang masuk dalam diri kita.

Kita jadikan kritikan tersebut sebagai pelecut untuk instropeksi diri agar menjadi manusia lebih baik lagi. Jangan pula karena kritikan yang masuk, kita menjadi down dan enggan untuk bangkit. Jangan sampai kita apriori terhadap masukan dari orang lain  bahka kita mempunyai stigma negative dan mengancam terhadap orang yang mengkritik kita. 

Namun begitu, kita juga perlu menyeleksi kritikan yang masuk. Jika memang sangat membangun, jadikan sebagai bahan untuk berbenah diri. Namun, jika kritikan tersebut hanya membuat potensi diri anda menjadi tertahan, sisihkanlah.

4.   Membuang Pikiran Negative dan Berada Dilingkungan Yang Positif

Ibarat kendaraan, pikiran merupakan setirnya. Jika kita selalu berpikiran negatif terhadap diri kita, nilai itulah yang nantinya benar-benar akan muncul dalam diri kita.. Sebaliknya, jika Anda selalu berpikiran positif terhadap diri Anda, maka aura positif juga akan muncul dari dalam diri kita. Adalah istilah dibarat yangterkenal “You are what you think you are” diri kita merupa cerminan apa yang ada dalam pikiran kita

Oleh karena itu, jangan biarkan pikiran negatif hinggap di benak Anda. Buang jauh-jauh semua pikiran yang hanya akan mengganggu tujuan Anda dalam menggali potensi diri. Jangan percaya jika ada yang mengatakan bahwa Anda tidak mempunyai kelebihan. Setiap manusia pasti mempunyai kelebihan.

Dengan hanya menetapkan pikiran positif tidak akan maksimal jika kta masih berkumpul dengan lingkungan yang justru akan menjatuhkan pikiran kita. Begitu juga dalam hal penggalian potensi diri. Salah dalam memilih lingkungan, maka akan berpengaruh terhadap hasil penggalian potensi diri. Oleh karena itu, cobalah untuk mencari lingkungan yang positif. Pilihlah teman-teman yang dapat mendukung kita dalam menggali potensi diri, bukan menjatuhkan. Keberadaan teman-teman yang positif secara tidak langsung juga akan membuat kita selalu bersemangat dalam mencapai tujuan hidup.

5.   Mencoba Hal Baru dan Selalu Optimis

Steven Job membedakan pemimpin dan staf adalah terletak dalam kemampuan melakukan inovasi. Oleh karena itu pengembangan diri menuju pemimpin yang kreatif dan inovatif sangatlah diperlukan. Untuk mengembangkan potensi diri, jangan ragu untuk mencoba hal baru. Inovasi dan kreatifitas seorang kepala madrasah sangat dibutuhkan. Sebab, bisa jadi hal baru tersebut justru menjadi potensi kita yang paling besar. Meskipun risiko yang akan kita alami juga tidak kecil, namun jangan takut mencoba berinovasi.

Selalu optimis bahwa setiap hal yang kita lakukan selalu berhasil perlu selalu ditanamkan dalam hati. Sebab, sikap optimis ini akan menjadi pendorong kita untuk semangat mewujudkan tujuan hidup apa pun yang terjadi. Optimisme itu sendiri dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan bijak dalam mengambil keputusan.

Read More

Kepemimpinan Kepala Madrasah Pengaruhi Tingkat Keunggulan Madrasah

syamsul ma'arif Rabu, Desember 05, 2018 | , , ,


Jakarta, (NU Online), Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kemenag (2016) selain di MTsN Bukit Raya Pekanbaru, juga menemukan bahwa untuk menciptakan tata kelola yang efektif, kebijakan lainnya terkait usaha peningkatan mutu madrasah adalah kepemimpinan madrasah yang profesionl.
Lebih khusus lagi, aspek gaya kepemimpinan madrasah yang profesional, terbuka, dan agamis merupakan  faktor yang paling penting dalam  menentukan kemajuan di MTsN Bukit Raya Pekanbaru.
Terbukti dengan pola kepemimpinan  profesional, modern, dan agamis dapat  memengaruhi, mengkoordinasi, membimbing, dan mengarahkan serta mengawasi semua personalia dalam hal yang ada kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan, sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan yang efektif dan  efisien.
Pola pimpinan yang disebutkan di atas dapat dilihat dalam berbagai hal. Pertama, Kepala madrasah mampu mengomunikasikan nilai-nilai pendidikan terhadap staf pengajar, pelajar, dan masyarakat yang ada di sekitar madrasah.
Kedua, kepala madrasah mampu memahami, berkomunikasi, dan mendiskusikan proses yang berkembang dalam madrasah dengan tidak hanya duduk di belakang meja kerjanya.
Hal itu terlihat dalam pengambilan keputusan di MtsN Bukit Raya yang selalu melibatkan stakeholder atau semua pihak yang mempunyai peranan dalam kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam mengambil keputusan, kepala madrasah juga selalu melibatkan  siswa, orangtua murid, dan masyarakat.
Ketiga, kepala madrasah  mampu menumbuhkan rasa kebersamaan, keinginan, semangat dan potensi dari semua guru dan staf untuk mencapai tujuan dan kepemimpinan yang dilakukan dalam lingkungan madrasah cenderung terletak pada kekuatan nilai-nilai (keagamaan) yang menjadi pusat perhatian kepala madrasah.
Keempat, kepala madrasah secara transparan dan terbuka memaparkan penggunaan anggaran yang berhubungan dengan kegiatan- kegiatan madrasah.(Kendi Setiawan/Mukafi Niam)
Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/73500/kepemimpinan-kepala-madrasah-pengaruhi-tingkat-keunggulan-madrasah

Read More

Bagaimana Mengembangkan Metakognitif Dalam Proses Pembelajaran

syamsul ma'arif Selasa, April 24, 2018 |

            
           Guru profesional berarti guru yang menguasai  ilmu pengetahuan yang diajarkannya atau materi pelajaran.  Persyaratan menguasai ilmu mutlak untuk semua guru, baik yang berpengalaman maupun yang belum berpengalaman. Tak ada pemakluman bagi guru yang baru sekali pun dalam penguasaan pengetahuan sekurang-kurangnya harus menguasai sampai level mampu menjelaskan.
           Kemampuan lebih tinggi dari itu jika guru mampu memperediksi terhadap dampak perlakuan tiap tindakan terhadap perbaikan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Puncak kepiawaian penguasaan ilmu jika mampu mengotrol setiap tindakannya sehingga mengetahui benar pengaruhnya terhadap siswa. Krathwoll  (2002) menyatakan bahwa  penguasaan pengetahuan meliputi  penguasaan fakta, konsep, prosedur, dan metakognitif. Dalam tulisan kali ini akan saya uraikan tentang metakognitif (metacognitive)
Apa itu metakognitif? Sering sekali guru masih kebingungan dalam memahami apa itu metakognitif dan bagaimana pengembangannya dalam pembelajaran dikelas.  berikut ini penjelasan singkat tentang definisi, komponen, dan pengembangan metakognitif dalam pembelajaran.

1.    Definisi Metakognitif (Metacognitive):
Berdasarkan beberapa definisi yang ditemukakan dapat diidentifikasi pokok-pokok pengertian tentang metakognitif sebagai berikut.
Ø   Metakognitif merupakan kemampuan jiwa yang termasuk dalam kelompok kognisi.
Ø  Metakognitif merupakan kemampuan untuk menyadari, mengetahui, proses kognisi yang terjadi pada diri sendiri.
Ø  Metakognitif merupakan kemampuan untuk mengarahkan proses kognisi yang terjadi pada diri sendiri.
Ø  Metakognitif merupakan kemampuan belajar bagaimana mestinya belajar dilakukan yang meliputi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.
Ø  Metakognitif merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi. Dikatakan demikian karena aktivitas ini mampu mengontrol proses berpikir yang sedang berlangsung pada diri sendiri.

2.    Komponen Metakognitif
        1. Pengetahuan tentang kognitif (knowledge about cognition)  
Pengetahuan metakognitif terdiri dari sub kemampuan-sub kemampuan sebagai berikut :
a) declarative knowledge : Pengetahuan tentang diri sendiri sebagai pembelajar serta strategi, keterampilan, dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkannya untuk keperluan belajar
b) procedural knowledge : Pengetahuan tentang bagaimana menggunakan apa saja yang telah diketahui dalam declarativeknowledge tersebut dalam aktivitas belajarnya
c) conditional knowledge: Pengetahuan tentang bilamana menggunakan suatu prosedur, keterampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak digunakan, mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi yang bagaimana berlangsungnya, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari pada prosedur-prosedur yang lain
2. Regulasi tentang kognitif (regulation about cognition)
                Regulasi metakognitif terdiri dari sub kemampuan-sub kemampuan sebagai berikut:
 a) planning: kemampuan merencanakan aktivitas belajarnya
 b) information management strategies: kemampuan strategi mengelola informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan
 c) comprehension monitoring: merupakan kemampuan dalam memonitor proses belajarnya dan hal-hal yang berhubungan dengan proses tersebut
 d) debugging strategies: strategi yang digunakan untuk membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar
 e) evaluation : kemampuan mengevaluasi efektivits strategi belajarnya, apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan tersebut

3.    Pengembangan Metakognitif Peserta Didik Dalam Pembelajaran
Mengingat pentingnya peranan metakognitif dalam keberhasilan belajar, maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan metakognitif mereka. Mengembangkan metakognitif pembelajar berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif. Strategi yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan metakognitif peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).
1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan:
a) Mendorong pembelajar untuk memonitor proses belajar dan berpikirnya.
b) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi-strategi belajar yang efektif.
c) Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari.
d) Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.
e) Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dari suatu situasi ke situasi yang lain.
2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui :
a) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri
Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan dengan : (1) mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual, auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif); (2)memonitor dan meningkatkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah); (3) memanfaatkan lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa, praktik di laboratorium, belajar kelompok, dst).
b) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif
Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan : (1) meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem) dan (2) mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar.
c) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis
Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan : (1) membuat keputusan dan memecahkan masalah dan (2) memadukan dan menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru.
d) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya
Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan : (1) mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung; (2) membangkitkan minat dan motivasi; dan (3) memusatkan perhatian dan daya ingat.
Demikian tulisan singkat tentang metakognitif yang diambil dari beberapa sumber dan buku.Semoga dapat membantu guru dalam mengembangkan metakognitif peserta didik dan dapat direncanakan dengan baik dalam Rencana Pembelajaran yang disusun.

Referensi;
1. Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom's taxonomy: An overview. Theory into practice
2. http://www.hku.hk/cepc/taccasu/ref/metacognition.html. diakses tanggal 23 April 2018






Read More

The Differences Between "maybe", "perhaps", "possibly", and "probably"

syamsul ma'arif Sabtu, Januari 27, 2018 |

These are a few different ways to answer a question if you don't want to say "Yes" or "No":
Maybe.
Perhaps.
Probably.
Possibly.

So how are they different from each other?
Different meanings
First, you should know that there are three levels of possibility:
-            Use "probably" to say that something has a high chance of happening - 50% or greater.
-            Use "possibly" to say that something has a low chance of happening - 50% or less.
-            Use either "maybe" or "perhaps" to say that something has an equal chance of happening or not happening.

Levels of formality
What's the difference between "maybe" and "perhaps", then? The difference is in how formal they are.
a.        "Maybe" is more casual:
A: Are you going to Ezra's party?
B: Maybe. You?

b.        "Perhaps" is more formal:
A: Would it be possible to change my seat number?
B: Perhaps. Please hold while I check.

How to use them?
As mentioned above, you can use "maybe", "perhaps", "possibly", and "probably" to answer someone's question:
A: Do you think you'll get a chance to visit your cousin Ito while you're in town?
B: Maybe. It depends on how busy I end up being with work stuff.

You can also use these words before "a ___", "an ___", or "the ___":
-          That's probably a bad decision.
-          This is possibly the worst meal I've ever had.
-          I'm maybe an inch taller than him.

You can use some of these words between "could be", "might be", "may be", "should be", and so on:
-          This could possibly be the last time we ever see each other.

-          We should probably be thankful that it didn't turn out worse.
Read More

iGeneration: Tantangan dan Solusinya dalam Pendidikan

syamsul ma'arif Sabtu, Oktober 01, 2016 |

Kalau kita perhatikan siswa-siswi yang saat ini kita didik, ditangan mereka pasti ada smartphone , di telinga mereka terselip headset, dan jari mereka tak pernah lepas dari keypad smartphone. Mereka itulah anak-anak iGeneration atau disebut juga dengan istilah Generasi Z, Generasi Net atau Generasi Internet. Generasi ini adalah generasi yang lahir antara tahun 1995 sampai tahun 2010. Sebagaimana dalam teori generasi (Generation Theory) hingga saat ini dikenal ada 5 generasi, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964, (2) Generasi X, lahir 1965-1980, (3) Generasi Y, lahir 1981-1994, (4) Generasi  Z, lahir 1995-2010, dan (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025
iGeneration terlahir dari generasi X dan Generasi Y. Generasi ini sejak lahir sudah akrab dengan teknologi. Artinya, teknologi sudah menjadi bagian dari hidup mereka sejak mereka lahir ke dunia. Jadi, jangan heran jika anak-anak dari iGeneration sangat mahir menggunakan teknologi apa pun. Generasi ini berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Perbedaan paling tampak adalah ketertarikan iGeneration kepada perangkat gadget di usia yang masih sangat muda. Ibaratnya, anak-anak iGeneration ini sudah sejak dalam perut Sang Ibu “mengenal” gadget . Setelah lahir pun, Sang Ibu asyik menyusui pun sambil browsing  dan aktif di social media (sosmed).
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 jumlah iGeneration didunia sekitar 1,9 milyar jiwa atau sekitar 27 persen dari jumlah penduduk dunia. Mayoritas dari jumlah tersebut merupakan penduduk negara miskin dan negara berkembang. Indonesia menempati posisi ke empat setelah India, China, dan Nigeria dengan jumlah sekitar 64,8 juta jiwa atau sekitar 3.5 persen dari total iGeneration dunia.

Karakteristik iGeneration
iGeneration memiliki karakteristik perilaku dan kepribadian yang berbeda dengan generasi sebelumnya.  Beberapa karakteristik umum dari generasi ini adalah:
1.        Melek Teknologi. Bagi iGeneration, teknologi adalah dunianya. Jika dianalogikan seperti oksigen untuk bernapas. Pandangan mereka seakan tidak lepas dari perangkat elektronik. Bahkan, buku teks bisa dibilang tidak berarti di mata iGeneration. Kebiasaan ini tak lepas dari pesatnya teknologi yang bisa diakses dalam satu gadget saja. Meski masih kecil, mereka bisa mengakses pelbagai informasi dengan mudah dan cepat melalui internet dan perangkat elektronik lainnya. Orang tua masa kini kadang lebih memilih membelikan anak-anak gadget canggih yang terkoneksi dengan internet. Bagi mereka, lebih baik anak-anak mereka diam dengan gadget dan berada di rumah dibandingkan main ke luar tanpa pengawasan.
2.        Medsos sebagai sarana bersosialisasi. Mereka sangat intens berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua kalangan, khususnya dengan teman sebaya melalui berbagai situs jejaring sosial, seperti: Facebook, twitter, instagram, BBM, Whats App atau  melalui SMS. Melalui media ini, mereka bisa mengekspresikan apa yang  dirasakan dan dipikirkannya secara spontan. Mereka juga cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan. Bahkan mereka berkelompok sesuai dengan minat dan kesenangannya dengan membuat group-group komunitasnya.
3.        Multitasking.  Yang unik dari generasi ini, mereka terbiasa dengan berbagai aktivitas  dalam satu waktu yang bersamaan atau multitasking. Mereka bisa membaca, berbicara, menonton, atau mendengarkan musik dalam waktu yang bersamaan. Mereka menginginkan segala sesuatunya dapat dilakukan dan berjalan serba cepat. Mereka tidak menginginkan hal-hal yang bertele-tele dan berbelit-belit. Mereka sangat menyukai persoalan-persoalan yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat. Misalnya, mencari tugas sekolah melalui internet.
4.        Egosentris/Individualis. Generasi ini bersikap egosentris dan individualis. Mereka menginginkan hal-hal yang instan, kurang menghargai proses, cepat marah dan tidak sabaran. Mungkin IQ mereka tinggi dan berkembang baik, namun, EQ mereka menjadi jongkok. Mereka tidak lagi peduli dengan keadaan di sekitar mereka. Mereka masih terlalu asyik dengan gadget dan fokus pada permainan yang mereka lakukan. Seakan mereka hidup dalam dunia mereka sendiri. Merurut Andrianto (2011) bahwa  anak iGeneration cenderung berkurang kemampuannya dalam komunikasi secara verbal.
5.        Lebih Memilih Game online daripada Permainan Tradisional. Generasi Net hanya akan merasakan kesenangan melalui permainan digital melalui games online, atau permainan dari gadget yang mereka miliki. Permainan tradisional yang dulu sering dilakukan anak-anak seperti lompat tali, petak umpet dan permainan lainnya tidak lagi dirasakan oleh generasi ini. Padahal dalam permainan tersebut ada nilai-nilai karakter yang dapat anak pelajari. Diantaranya anak dapat belajar bersosial, saling kerjasama, dan percaya diri. Situasi ini turut didukung dengan minimnya ketersedian lahan terbuka bagi permainan anak-anak. Utamanya di kota, kita jarang dapati area terbuka hijau baik di kompleks perumahan ataupun di tengah kota sebagai ruang bermain anak. Maka sudah tepat jika pemerintah punya program nasional Kabupaten/Kota Layak Anak yang dilombakan setiap tahun.

Digital Immigrants Vs Digital Natives
Dalam dunia pendidikan tingkat menengah saat ini minimal ada dua generasi yang berbeda yang terlibat secara aktif. Generasi yang lahir sebelum tahun 1990 an dan mereka yang lahir setelah tahun 2000.
Generasi yang lahir pada tahun sebelum 1990 disebut dengan generasi X dan Y. Dalam hal ini mereka berperan sebagai pendidik dan  tenaga kependidikan pada lembaga-lembaga pendidikan. Generasi X dan Y ini tidak dilahirkan pada masa digital/kemajuan teknologi tetapi mereka di wajibkan dan dituntut untuk siap, mampu dan tidak buta dengan pemanfaatan teknologi digital. Bahkan mereka juga dituntut untuk mampu mengoperasikan teknologi-tehnologi canggih dalam kehidupan ini karena tuntutan kerja atau kebutuhan hidupnya. Menurut Prensky (2001) kelompok generasi ini disebut Digital Immigrants.
               Adapun kelompok generasi kedua yang aktif dalam dunia pendidikan tingkat menengah saat ini adalah generasi Z yang juga disebut dengan istilah Net  Generation atau iGeneration. Kelompok kedua ini saat ini menjadi peserta didik dilembaga-lembaga pendidikan baik formal atau non formal. Masih menurut Prensky (2001) generasi ini dinamakan Digital Natives. Generasi ini sejak lahir tumbuh kembang dengan teknologi baru ini . Perjalanan  kehidupan  mereka dikelilingi dengan  penggunaan komputer , video game, digital player , Camera  video, smart phone, media sosial, internet, game online dan alat-alat digital lainya . Bagi mereka dunia ini tidak lengkap tanpa adanya internet. Generasi ini sudah terbiasa dengan penggunaan semua alat-alat tehnologi yang canggih ini.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan media informasi yang semakin pesat, pendidikan sebagai investasi masa depan generasi bangsa harus bisa menyesuaikan diri. Semisal guru-guru, sebagai digital immigrants, dituntut untuk dapat memanfaatkan era digital ini sebagai media pembelajaran bagi siswa di madrasah dan sekolah, bahkan pesantren. Akses informasi di era digital ini memungkinkan siswa lebih mengetahui informasi terlebih dahulu ketimbang guru. Tentu hal ini tidak akan membuat guru menjadi ketinggalan dibanding siswanya, karena keberadaan guru di kelas dan lingkungan sekolah lebih kepada memfasilitasi siswa untuk belajar.
iGeneration dengan karakteristik yang unik tersebut tentu saja memiliki pengaruh baik positif atau negatif. Agar pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah berhasil maka mereka tidak bisa dididik dengan cara bagaimana guru-gurunya dididik  dulu.  Ali Bin Abi Tholib pernah berkata:  أولادكم خلقوا لزمان غير زمانكم فلا تقصروهم على عاداتكم           
artinya Anak-anakmu itu diciptakan untuk hidup di jamannya bukan jamanmu maka jangan dipaksa mereka mengikuti kebiasaanmu dulu. Berikut ini empat solusi yang bisa di terapkan untuk menghadapi iGeneration dalam dunia pendidikan; (1) penguatan pendidikan agama, (2) Parenting, (3) Pembelajaran Interaktif dengan pemanfaatan IT, dan (4) Pendidikan Generasi Masa Depan
Penguatan Pendidikan Islam sejak Dini
Pendidikan merupakan faktor yang dapat dijadikan sebagai jaminan bagi pengembangan sumber daya manusia, agar iGeneration dapat menghadapi tantangan global dengan era digital informasi. Demikian pula pendidikan Islam yang lebih cenderung membawa misi religiusitas pun juga harus ikut berperan di dalamnya. Dengan membekali para peserta didiknya dengan kekuatan keimanan, ketakwaan, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan yang berimbang sehingga dapat membawa para peserta didik tersebut pada kondisi yang siap menghadapi segala tantangan era informasi (globalisasi).
Disamping itu, pendidikan Islam merupakan upaya pengejawantahan nilai-nilai al-Qur’an dan Hadits, artinya bahwa tujuan pendidikan Islam berupaya menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah swt yang di berikan kepadanya amanat sebagai ‘abd dan juga menjadi khalifah di muka bumi. Wahid (2011) menyatakan bahwa secara lebih khusus, pendidikan Islam bermaksud untuk :
1.        Memberikan pengajaran al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
2.        Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran tersebut bersifat abadi.
3.        Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan yang ada dalam masyarakat dan dunia.
4.        Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis iman adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang.
5.        Menciptakan generasi yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6.        Mengembangkan manusia islami yang berkualitas tinggi yang diakui secara universal.
Dengan penguatan pendidikan islam di lingkungan keluarga dan sekolah maka anak-anak iGeneration akan lebih bisa mengontrol diri dalam kehidupannya. Mereka akan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang menjadi larangan agama.
Smart Parenting
Peran orang tua dalam mendidik iGeneration sangat penting. Anak lebih banyak menghabiskan waktu dan aktifitasnya  dirumah dan lingkungan tempat tinggalnya. Dalam konteks penggunaan internet, penggunaan teknik-teknik pendekatan yang tepat oleh orang tua akan sangat membantu peran dan cara menghadapi anak, khususnya dari generasi net ini. Beberapa cara dan peran berikut ini, kiranya bisa dimainkan para orangtua.
  1. Orangtua memberi pengertian kepada anak, tentang situs dan konten mana yang boleh diakses oleh anak dan mana saja yang tidak boleh. Untuk anak-anak ini, hemat saya masih memerlukan pendampingan dari orangtua dalam hal penggunaan internet. Mereka  boleh saja diberi kebebasan terbatas untuk mengakses internet, namun tetaplah dengan batasan-batasan situs dan konten internet mana yang boleh diakses;
  2. Orangtua melakukan pengawasan/pembatasan yang ketat juga perlu dilakukan oangtua, misalanya dengan penggunaan aplikasi pembatas situs porno (software filter) atau search engine khusus bagi anak atau computer ditempatkan diruang terbuka yang bisa dilihat semua anggota keluarga.
  3. Orangtua tetap dituntut bersikap tegas, namun tetap lembut dan kesabaran;
  4. Orangtua mengeksekusi character building dan atau pendidikan nilai secara terus menerus, dengan penuh cinta untuk mengimbangi derasnya pengaruh negatif dari internet;
  5. Orangtua membangun dialog – komunikasi yang terbuka serta menjamin kehadiran diri secara utuh dan perhatian yang terus-menerus;
  6. Seiring dengan semakin canggihnya smart phone dan HP android saat ini, orang tua dituntut bisa mengikuti perkembangannya terutama dalam mengoperasikan aplikasi-aplikasi dasar agar bisa melakukan pengecekan secara berkala dalam rangka memberikan pengawasan dan kontrol terhadap apa saja yang telah diakses oleh anak-anak.
  7. Orangtua perlu juga mengasah dan meningkatkan kompetensi diri:dalam hal pendidikan dan pendampingan bagi anak-anaknya, misalnya dengan rajin membaca buku-buku parenting, mengikuti seminar maupun pelatihan-pelatihan pengembangan diri, khususnya yang bertema psikologi atau parenting dan komunikasi efektif. Dalam hal ini sudah banyak kegiatan-kegiatan parenting yang dilakukan di madarasah/ sekolah.
Pembelajaran Interaktif dengan pemanfaatan IT
Anak-anak iGeneration merupakan generasi yang cerdas dalam hal tehnologi. Pendidik/guru dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan IT dan mengintegrasikan dalam proses pembelajarannya. Metode ceramah yang banyak dipakai oleh guru selayaknya dikurangi dan dikombinasikan dengan pemanfaatan multimedia dalam penyampaian materi pelajaran. Pembelajaran dengan berpusat pada siswa (students-centered) akan lebih efektif dan menyenangkan karena peserta didik dapat tertantang untuk lebih aktif. Disamping itu, peserta didik dapat menggali informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber terutama internet sebanyak mungkin. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dari kesimpulan yang salah.
Siswa di generasi net tidak dapat terlepas dari smart phone nya.  Dalam hal ini guru bisa memanfaatkan jejaring sosial yang akrab dengan siswa seperti facebook, twitter, whats app dan instagram  untuk menjadi media dan sarana pembelajaran.  Menemukan cara kreatif dengan memanfaatkan teknologi baik di dalam dan di luar kelas bisa menjadikan kegiatan pembelajaran akan lebih menarik dibanding cara konvensional.  
Siswa-siswi generasi net ini memiliki gaya hidup digital yang kuat, mereka terbiasa dengan multitasking tetapi. Beberapa penelitian menemukan bahwa siswa-siswi iGeneration ini memiliki tingkat konsentrasi/perhatian yang pendek. Guru dituntut untuk  dapat mengubah pendekatan pembelajaran sesering mungkin. Pembelajaran dengan metode yang membosankan akan cenderung tidak diperhatikan oleh siswa.  Mereka lebih senang dengan pembelajaran aktif. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek dan penugasan lebih menarik bagi mereka karena mereka dapat mengeksplorasi pengetahuan baru sebanyak banyaknya. 
Guru/ Pendidik Menyiapkan Generasi Masa Depan

Leadership is the relationship in which one person , The leader infeneens other to work together willingly on related task to attain that which the leader diseres. (George Terry)
James M Kouzen dan Barry Z Posner dalam bukunya berjudul “The leadership challenge” (1987) memberikan sepuluh komitmen guru/pendidik dalam pembentukan generasi masa depan.
Pertama      :  Pendidik/guru senang mencari peluang yang menantang, responsif terhadap tuntutan zaman, proaktif dan tidak statis.
Kedua        : Pendidik/guru berani mencoba dan menanggung resiko yaitu mencari terobosan  walaupun harus bertentangan dengan orang lain.
Ketiga        :  Pendidik/guru harus tampil sebagai pribadi yang kreatif dan inovatif dan mampu   menggambarkan wujud masa depan yang gemilang dan mencerahkan.
Keempat     :  Pendidik/guru mampu menjalin kerjasama dengan anggota profesi dan stake holder pendidikan lainnya.
Kelima        :  Pendidik/guru mampu menyalurkan potensi sebagai bagian dari budaya ilmiah dan jiwa  pengabdian.
Keenam     :  Pendidik/guru mampu memperkuat kemitraannya dengan peserta didik sehingga  mampu menjadi idola peserta didiknya untuk melakukan pembaharuan.
Ketujuh      :  Pendidik/guru mampu menjadi teladan “Satu keteladanan jauh lebih baik daripada seribu arahan”.
Kedepalan :   Pendidik/guru mampu merencanakan keberhasilan bertahap terhadap peserta    didiknya, sehingga mereka tidak takut dengan kegagalan.
Kesembilan :   Pendidik/guru mampu menghargai setiap individu, yaitu setiap anak diciptakan Allah berbeda, bakat. minat dan kapasitasnya.
Kesepuluh :     Mensyukuri dan mengapresiasi, sekecil apapun keberhasilan tia peserta didiknya tanpa membanding-bandingkan antara mereka.
Kesimpulan
Dalam dunia pendidikan dua generasi yang berbeda ini dituntut untuk bisa saling bersinergi sehingga mampu memaksimalkan hasil dari proses pendidikan yang ada di sekolah/madrasah. Guru-guru, sebagai digital immigrants, dituntut untuk bisa mengikuti perkembangan tehnologi sehingga dalam proses kegiatan pembelajaran dikelas bisa diterima dan diikuti oleh siswa sekaligus dapat memanfaatkan semua potensi yang sudah dimiliki siswa. 
Read More